ini coretan jalanan penuh contengan perasaan
kisah hati dan luahan rasa dari pandangan seorang anak, cucu, dan keponakan
yang umurnya masih dini
yang pengalamannya masih sekelip mata
yang pemikirannya masih belum cukup empuk untuk diratah isinya
namun sarat dengan rasa
namun penuh dengan emosi
telah lama dia berdiam diri
telah lama dia menyepi diri
telah lama dia menghadam
segala yang dilihat di hadapan mata
segala yang didengar dari angin yang menyapa telinga
segala yang dibaca lewat ruangan bukumuka
kini usinya bakal menginjak 21 tahun
dimana di negara yang dicintainya
dia bisa membuat pilihan
dia bisa membuat perubahan
hanya dengan satu kertas yang ditandanya
atas sebab dan keadaan itu
coretan jalanan ini dibingkiskan
contengan perasaan kisah cucu pinggitan
luahan rasa cucu terpinggir
sewaktu coretan ini dikarang
tangan, hati dan air mata sama-sama bekerja
masih terasa lagi pedihnya hati merintih
masih terasa lagi basahnya pipi terkena siraman air mata
masih terasa lagi hangatnya pelukan sahabat menenangkan jiwa yang bergelora
masih terasa lagi fasihnya mulut melontarkan kata amarah
dan masih terasa lagi
syahdunya diri saat dahi bertemu sujudnya
di atas tikar sejadah
mengharap belasnya tuhan yang penuh kasih sayang
hati dan fikiran ketika itu
seolah tidak dapat berganding lagi
hati merintih penuh amarah, sedih dan dendam
fikiran memujuk dengan kata penuh positif
memberi beribu alasan kenapa mengapa itu terjadi
hati dan fikiran saling bertingkah
namun jauh di lubuk rasa
walau apapun alasan
walau apapun kisah di sebaliknya
terbit rasa pedih merajai diri
hati lelah dalam pertingkahan
fikiran buntu dalam mencari alasan
sebenarnya
coretan ini tidak perlu wujud
sebenarnya
rasa sakit itu telah lama ingin dipendamkan
sebenarnya
hati ini tidak pernah mahu merasai lagi
betapa pedihnya rasa
bila mendengar kedatangan
seorang yang disayangi
seorang yang dirindui
seorang yang kelibatnya kadangkala muncul dalam mimpi
menjejakkan kaki ke tanah kelahirannya
TAPI
tidak pernah dikhabarkan
NAMUN
apabila mata membaca
apabila hati terasa
apabila fikiran menghadam segala kata
setiap bait yang terukir dari ruangan muka buku
buat diri tak duduk diam
buat hati terasa siksa
selagi luahan ini tak tersampaikan
selagi rasa ini tak dikhabarkan
jangan kalian seenaknya bicara
jangan kalian seenaknya menuding jari
meletak beban salah pada dia
BUNDA KESAYANGANKU
kami semua terasa pedihnya
andai kalian sedih melihat bunda kalian
fahamilah
kami juga anak kesayangan bunda kami
kami juga punya bunda yang kami sayangi
siksanya dia
sedihnya dia
turut kami rasakan
NENDA
tak pernah sekali walau sesaat
BUNDA itu mengajar kami
untuk membencinu
untuk mendendamimu
TETAPI
kami CUCUMU
punya mata untuk menilai sendiri
punya telinga untuk mendengar sendiri
dan punya
sekeping hati yang terluka
saat tahu kehadiranmu di tanah air tercinta
namun tidak dikhabarkan
jauh sekali untuk menjenguk
sedih rasanya
bila menghirup udara yang sama
tapi tidak bertanya khabar
pedih rasanya
bila menjejakkan kaki di tanah yang sama
tapi tidak bersua muka
sakit rasanya
bila menatap langit yang sama
tapi tidak mendengar bicara
NENDA & BUNDA2 sakalian
kami sedar kami tak punya uang
apa lagi emas permata
atau mungkin
kami tak pernah membawamu jalan-jalan
ke tempat2 indah seluruh dunia
maafkanlah kami
kalau itu puncanya
maafkanlah kami
kalau layanan tidak semegah yang kau harap
kami hanya keluarga sederhana
yang mengharap ihsan para pembeli
untuk menyara kehidupan
NENDA
bersabarlah
kalau lama kami tidak menjenguk
kalau lama tidak bertanya khabar
bukannya menyimpan dendam
jauh lagi ingin memutuskan hubungan darah ini
namun
hati ini masih tidak cukup kuat lagi
untuk bertemu mata
untuk melawan bicara
NENDA
dari jauh kupohon
DOA dan RESTU
dari kalian semua
CUCUmu ini masig ligat berusaha
masih teguh melawan cabarannya sendiri
doakanlah agar kejayaan dapat digenggam
agar bisa ku bertemu semua
dengan penuh bangga
agar bisa ku membawa kalian
pusing2 satu dunia
DENGARLAH
nenda kesayanganku
DENGARLAH
bunda2 kesayanganku
tolong jangan diungkit lagi
kisah yang hampir membunuh rasa
tolong jangan disebut lagi
kenangan yang menghidupkan api dendam
bukan apa
diri ini manusia biasa
takut bila kunci kesabaran entah hilang ke mana
takut bila kewarasan pikiran dicampak ke mana
diri ini bertindak mungkin melampau batas
sebelum contengan rasa ini lebih berbisa
mohon kemaafan dari semua yang membaca
ini hanya nukilan rasa
coretan jalanan kisah cucu buangan
Ulasan
Catat Ulasan